Abdul Mu’ti, Sekretaris Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, dipastikan akan menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dalam kabinet Presiden terpilih Prabowo Subianto. Penunjukan ini disambut dengan berbagai ekspektasi, terutama dalam hal perombakan kebijakan pendidikan, salah satunya terkait kurikulum ‘Merdeka Belajar’ yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan sebelumnya, Nadiem Makarim.
Semenjak diberlakukannya program ‘Merdeka Belajar’, banyak tanggapan positif, namun juga tak sedikit kritik yang muncul terkait pelaksanaannya di lapangan. Beberapa kalangan pendidikan berharap Abdul Mu’ti akan mengkaji ulang kebijakan ini, dengan mempertimbangkan pengalaman dan nilai-nilai yang dibawa oleh Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi pendidikan terbesar di Indonesia.
Kebijakan ‘Merdeka Belajar’ sendiri merupakan upaya untuk memberikan keleluasaan kepada sekolah dan guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Namun, tantangan dalam implementasinya di beberapa daerah, terutama di kawasan yang infrastruktur dan akses teknologinya terbatas, telah memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat. Dengan masuknya Abdul Mu’ti dalam jajaran kabinet, banyak pihak menantikan apakah ia akan melanjutkan kebijakan ini dengan berbagai penyesuaian atau melakukan perubahan yang lebih signifikan.
Pengalaman Abdul Mu’ti dan Harapan Perubahan
Sebagai figur yang telah lama berkecimpung di dunia pendidikan dan organisasi masyarakat, Abdul Mu’ti dikenal memiliki pandangan yang moderat dan progresif dalam hal pengembangan kualitas pendidikan. Di Muhammadiyah, ia telah terlibat dalam berbagai program pendidikan, termasuk peningkatan kualitas sekolah-sekolah Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Latar belakang inilah yang membuat banyak pihak optimis bahwa Mu’ti mampu membawa pembaharuan, terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang selama ini masih menghadapi banyak kendala.
Isu-isu seperti kesenjangan kualitas pendidikan antar wilayah, kurangnya akses terhadap pendidikan yang layak di daerah terpencil, hingga permasalahan distribusi guru dan fasilitas pendidikan, menjadi tantangan besar yang diharapkan dapat diatasi dengan pendekatan baru yang lebih holistik.
Evaluasi Program ‘Merdeka Belajar’
Salah satu fokus utama yang menjadi perhatian adalah kemungkinan evaluasi dan revisi program ‘Merdeka Belajar’. Kebijakan yang ditujukan untuk menciptakan suasana belajar yang lebih fleksibel dan mendukung pengembangan kreativitas siswa ini masih menuai pro dan kontra. Bagi sebagian besar guru dan sekolah di wilayah perkotaan, kebijakan ini dianggap mampu memberikan ruang untuk inovasi dalam proses belajar mengajar. Namun, di daerah-daerah yang masih terkendala sarana dan prasarana, pelaksanaannya sering kali menemui banyak kendala.
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa program ini perlu dilengkapi dengan kebijakan pendukung yang lebih komprehensif, seperti peningkatan infrastruktur digital di sekolah-sekolah pedesaan dan peningkatan kompetensi guru. Abdul Mu’ti, dengan rekam jejaknya yang kuat dalam organisasi pendidikan, diharapkan mampu merancang strategi yang lebih efektif untuk menyelaraskan kebijakan tersebut dengan kondisi di lapangan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Menjadi Mendikdasmen pada era yang penuh dengan tantangan global seperti saat ini, Abdul Mu’ti menghadapi tuntutan besar untuk memastikan sistem pendidikan Indonesia tidak hanya mampu bersaing di tingkat nasional, tetapi juga global. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pendidikan dihadapkan pada tantangan berat, terutama akibat pandemi yang memaksa seluruh ekosistem pendidikan beralih ke pembelajaran jarak jauh. Keberlanjutan transformasi digital dalam pendidikan, peningkatan kualitas kurikulum, serta pengembangan kapasitas guru akan menjadi beberapa fokus utama yang harus dijawab oleh Abdul Mu’ti di posisi barunya.
Langkah ke depan Abdul Mu’ti tidak hanya ditunggu oleh kalangan pendidikan, tetapi juga masyarakat luas yang mendambakan perbaikan menyeluruh dalam sistem pendidikan Indonesia. Apakah ia akan melanjutkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’ atau menghadirkan inovasi baru yang lebih relevan dengan kondisi saat ini, hanya waktu yang akan menjawab.